Minggu, 07 November 2010

RAHASIA KEHIDUPAN

Manusia dilahirkan di muka bumi ini berkat anugerah Allah. Janganlah menjadikan hidup ini sia-sia dan mengumbar hawa nafsu duniawi untuk diri sendiri. Kata penyair Chairil Anwar, "Hidup ini cuma sekali dan sesudah itu akan mati". Nah, hidup harus diisi dengan karya nyata yang bermanfaat bagi sesama. Sebagaimana pahlawan, mereka dikenang karena jasa dan budi baiknya kepada negara, bangsa, dan agama. Mereka rela berkorban demi kemajuan dan martabat bangsa.

Sebagai generasi muda bangsa, kita harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seluas-luasnya. Wawasan kita harus seluas samudera agar kita tidak picik dalam melihat dunia yang luas dan kompleks ini. Generasi muda harus bersahabat dengan kemajuan iptek, bersahabat dengan alam lingkungan, dan bersahabat dengan cita-cita para pendahulu bangsa.

Kita musti ingat jasa para nenek moyang dan pendahulu bangsa. Kita ini anak cucu Adam. Kita ini anak cucu Gajah Mada yang pemberani. Kita ini penerus lidah rakyat Bung Karno yang tangguh menjaga martabat bangsa dari kolonialisme penjajah. Kita harus berbuat dan mengabdikan diri demi kemajuan bangsa ini. Sampai akhir hayat.

Masa depan bangsa ini di tangan kita. Apa yang akan terjadi atas bangsa ini sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh tahun yang akan datang adalah cermin kesiapan kita. Kita musti bijak dan arif bijaksana dalam memecahkan permasalahan bangsa yang kian dinamis dan kompleks ini. Kita harus bersatu dan bergandengan tangan dalam merajut cita-cita. Jangan lagi ada bentrok dan kekerasan karena kepentingan politik dan kekuasaan sesaat saja. Sadarlah dan sadarlah, wahai anak-anak bangsa.

Dunia ini laksana "oase kehidupan". Kita adalah bagian yang berada di dalam akuarium kehidupan dengan profesi dan latar belakang masing-masing. Dalam diorama itu, janganlah kita menonjolkan perbedaan-perbedaan, namun marilah kita galang kesamaan-kesamaan. Apalah artinya perbedaan manakala akan meruntuhkan akuarium kita yang seharusnya kita jaga sampai kapanpun.

Sahabatku, marilah kita berlomba berbuat dalam kebajikan, bukan berlomba dalam kemungkaran. Carilah ilmu setinggi bintang di langit, lalu amalkan demi kemaslahatan sesama. Rakyat Indonesia membutuhkan pencerahan dari orang-orang bijak demi peningkatan taraf hidupnya. Rakyat membutuhkan uluran tangan, bukan janji-jani atau sekadar mengumbar kata-kata. Selamat berjuang, selamat berkorban, masa depan bangsa berada di pundak generasi muda. Salam!

TAMAN ADIWIYATA SMPN 3 PRACIMANTORO

TAMAN ADIWIYATA SMPN 3 PRACIMANTORO

GREEN HOUSE SMPN 3 PRACIMANTORO

GREEN HOUSE SMPN 3 PRACIMANTORO
Pelestarian Lingkungan Hidup dengan pembibitan tanaman

GREEN HOUSE SMPN 3 PRACIMANTORO

Green House atau rumah hijau merupakan bagian dari Program Sekolah Adiwiyata di SMPN 3 Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Di tempat inilah dilakukan pembibitan beraneka tanaman, baik tanaman keras, tanaman buah, tanaman hias, tanaman sayuran, dan tanaman toga. Tujuannya untuk melatih dan membiasakan siswa agar mencintai tanaman yang ada di lingkungan sekitar. Anak dididik untuk membuat polyback, pemupukan, penanaman bibit, perawatan, hingga tanaman bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup.

Program Green House dilakukan dengan prinsip kebersamaan, kejujuran, keterbukaan, dan gotong royong di antara warga sekolah. Bagi kami, program penghijauan sekolah merupakan upaya pelestarian dan penyelamatan lingkungan hidup demi menjaga kelestarian bumi. Tanpa upaya itu, bumi kita semakin terancam oleh berbagai ulah manusia yang tak berpihak dan tak mempedulikan arti pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Untuk itulah, SMPN 3 Pracimantoro berupaya mendidik siswa dengan berbagai aksi nyata di bidang lingkungan hidup.

Upaya pelestarian lingkungan hidup di sekolah dilakukan dengan gerakan penghijauan, kebersihan sekolah setiap hari, kegiatan Jumat bersih, membudayakan membuang sampah pada tempatnya, meminimalkan penggunaan plastik dalam makanan, dan penggunaan barang-barang bekas sebagai kerajinan siswa yang bermanfaat. Pembiasaan hidup bersih dan sehat merupakan sasaran utama bagi seluruh warga sekolah demi terciptanya kondisi lingkungan sekolah yang bersih, sehat, rapi, dan indah. Lingkungan sekolah yang asri, nyaman, dan rindang akan memacu pembelajaran siswa lebih optimal.

Pada tahun 2011 SMPN 3 Pracimantoro ditunjuk oleh Pemkab Wonogiri melalui Kantor Lingkungan Hidup untuk maju sebagai Calon Sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi Jawa Tengah. Berbagai upaya kami lakukan di sekolah dengan melibatkan berbagai unsur, baik sivitas warga sekolah, orangtua siswa, masyarakat sekitar, dan pihak sponsor. Harapan kami, terciptanya Sekolah Adiwiyata akan semakin memajukan sekolah di bidang lingkungan sehingga sekolah menjadi kebanggaan masyarakat luas dan teladan bagi semuanya. Insya Allah, kami mohon dukungan dari semua pihak agar SMPN 3 Pracimantoro mampu menjadi pelopor Sekolah Adiwiyata di Kabupaten Wonogiri. Semoga Allah meidhoi. Amin. (Agus)

KITA PUNYA CITA-CITA

KITA PUNYA CITA-CITA

MINIATUR ‘GUA TEMBUS’ DI SMPN 3 PRACIMANTORO

SMP Negeri 3 Pracimantoro, pada usia 12 tahun di tahun 2010 termasuk cukup muda untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat luas. Meski masih muda, sekolah pinggiran yang berjarak 40 km arah selatan Kota Wonogiri ini telah meraup banyak prestasi. Permainan bola voli dan sepak takraw sudah menjadi icon anak-anak di Desa Joho Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri ini. Mau bukti? Silakan mengikuti jejak-langkah SMP ini sejak berdiri tahun 1998 hingga 2010. Kini, SMP ini juga punya Best Practices di bidang penataan taman sekolah dengan model “Refreshing Area.” Model ini diadopsi dari Teori Suggestopedia yang dipelopori oleh ahli sains Rusia, Barzakov dan Lozanoz di awal tahun 1970-an.

Wonogiri selatan - yang topografinya berbukit-bukit dan terkenal sebagai deret pegunungan kapur selatan – memiliki berpuluh-puluh gua. Gua-gua itu terbentuk pada zaman Neosen karena adanya proses evolusi bumi dan pukulan arus air yang terus-menerus sepanjang tahun. Tak aneh jika di kawasan karst terdapat banyak aliran sungai, di antaranya masuk ke gua-gua menjadi sungai bawah tanah.

Menurut sejarah bumi, kawasan pegunungan kapur tersebut dulunya merupakan bekas karang dasar laut. Secara historis-geologis, daerah ini terangkat dari dasar lautan dan kemudian muncul ke atas permukaan daratan. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada zaman Neosen, sekitar 20 juta tahun yang lampau. Tanah kapur terbentuk karena peristiwa metamorfosis organisme-organisme laut yang telah mengendap. Tanah ini biasanya kurang subur karena tidak dapat menyimpan air.

Kawasan karst di Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri selatan memiliki ciri khas gua-gua berstalaktit dan stalakmit dengan nilai alami yang menarik. Di Desa Gebangharjo Kecamatan Pracimantoro - yang menjadi pusat penelitian kawasan karst - terdapat puluhan gua yang unik dan menakjubkan. Di sana terdapat Gua Tembus, Gua Mrica, Gua Sodong, Gua Potro, Gua Sapen, dan Gua Gilap. Berdasarkan penelitian para ahli sejarah dan geologi, kawasan gua-gua di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri layak dijadikan sebagai Museum Karst Dunia.

Kawasan karst di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri – dengan ciri khas beragam gua-gua dan panorama alam yang indah ini - kelak akan dijadikan sebagai tempat penelitian ilmiah dan wisata alam yang tiada duanya di Indonesia, bahkan di dunia. Tempat-tempat itu sangat bagus untuk dikunjungi oleh kalangan peneliti, wisatawan, dan pecinta alam.

Terinspirasi oleh adanya kawasan karst dengan beragam gua-gua tersebut, SMP Negeri 3 Pracimantoro memandang perlu untuk membuat miniatur ‘Gua Tembus’ di taman sekolah. Kebetulan di sudut sekolah terdapat areal yang bertebing dan saat itu kurang terurus karena banyak semak belukar.

Dengan desain tata arsitektur taman, dibuatlah pondasi kolam, pagar taman, dan sengkedan tanah di kawasan miring. Taman sekolah ini dilengkapi dengan berbagai tanaman hias, kolam ikan, gasebo, relief karst, dan aneka binatang tiruan. Setelah dua bulan dibangun, ternyata hasilnya cukup menakjubkan. Taman indah sebagai taman baca bagi para siswa ini diberi nama kawasan “Refreshing Area.”

Kawasan sekolah ini sekilas mirip Taman Kyai Langgeng di Magelang karena terdapat air terjun dengan tujuh tangga yang bergemericik air. Meski rawan kekeringan di musim kemarau, hebatnya SMP ini mampu menyiasati dengan penampungan air resapan di kolam. Air kolam bisa diputar kembali ke puncak tebing sebagai air terjun dengan peralatan dab listrik.

Bangunan binatang tiruan seperti gajah, buaya, harimau, jerapah, katak, dan burung bangau turut menghiasi indahnya kawasan “Refreshing Area” ini. Bagi anak-anak, pemandangan seperti ini sangat menyenangkan sebagai media pengenalan keanekaragaman binatang. Begitu pula dalam pembelajaran IPA Biologi, keanekaragaman binatang seperti ini lebih mendekatkan jarak antara sekolah dengan kebun binatang yang adanya terbatas di beberapa kota.

Kolam yang dibangun ini sesungguhnya berfungsi sebagai resapan air di musim penghujan. Pemanfaatannya ternyata bisa multifungsi di antaranya juga sebagai tempat budidaya ikan lele. Hal ini mendukung program sekolah dalam menanamkan jiwa kewirausahaan bagi peserta didik. Anak-anak desa yang awam tentang beternak lele bisa belajar di sekolah dengan dibimbing oleh guru. Prinsipnya, jangan ada tanah sejengkal pun yang tidak dimanfaatkan secara produktif. (Agus)

SENI BUDAYA KHAS WONOGIRI

SENI BUDAYA  KHAS WONOGIRI
Kethek Ogleng Perlu Dilestarikan

KATA-KATA MUTIARA

1. Kejujuran adalah kebijaksanaan yang paling baik.

2. Suatu cita-cita yang besar, tentu besar pula rintangannya.

3. Kesombangan adalah awal dari suatu kehancuran.

4. Menyempurnakan segala sesuatu bukanlah hal yang mudah.

5. Dengan persatuan akan menumbuhkan kekuatan.

6. Tidak ada kata terlambat untuk belajar.

7. Jangan menunda pekerjaan yang dapat dikerjakan pada hari ini.

8. Seseorang dapat dikenal dari pergaulannya.

9. Sehari selembar benang, setahun selembar kain.

10. Laut budi tepian ilmu.

11. Janganlah mengukur baju orang lain dengan baju sendiri.

12. Ilmu itu lebih berharga daripada harta.

13. Ilmu yang tidak diamalkan, tidak akan bermanfaat.

14. Selesaikan segala sesuatu sampai tuntas.

15. Modal sebuah tindakan adalah berani mengoreksi diri.

16. Untuk meraih segala sesuatu tentu perlu ada pengorbanan.

17. Satu kata untuk orang bijak sudah cukup.

18. Kita harus mampu berfikir, bersikap, dan bertindak apa yang terbaik.

19. Jangan pernah menyerah dalam meraih cita-cita.

20. Ilmu itu berkembang sehingga suatu saat ada penemuan.

21. Di mana ada kemauan,di situ ada jalan.

22. Pengalaman adalah kekayaan emas dan guru yang istimewa.

23. Sikap disiplin itu tidak dapat ditawar.

24. Orang sabar disayang Tuhan.

25. Berbuat salah adalah sifat manusia, memberi maaf itu terpuji dan mulia.

26. Masa muda itu paling tepat untuk membina sifat dan kelakuan.

27. Tolong-monolonglah kamu dalam kebaikan.

28. Pengetahuan itu tidak mengenal batas.

29. Kegagalan itu bukan suatu kemalangan.

30. Mengerjakan sesuatu hendaklah sampai selesai.

31. Kecepatan memang baik, tetapi ketepatan adalah segalanya.

32. Kemenangan mulai yg diraih seseorang adalah mampu menaklukkan diri sendiri.

33. Gotong royong merupakan ciri kepribadian bangsa Indonesia.

34. Berikan penghormatam kepada orang lain sebesar penghormatan yangkamu terima.

35. Buku adalah jendela dunia.

36. Ilmu tanpa budi adalah kerapuhan jiwa.

37. Antusias merupakan salah satu meraih prestasi.

38. Sikap lebih penting dari pd ilmu dan kesempatan.

39. Masa depan tak akan berubah tanpa kita merubahnya.

40. Kesuksesan adalah melalui kegagalan, demi kegagalan tanpa kehilangan semangat.

41. Cara terbaik menjadi cerdas adalah tidak menjadi bodoh.

42. Orang yang yakin dan percaya akan menuai keberhasilan.

43. Ilmu yg diamalkan adalah suatu yang sempurna.

44. Kesuksesan dan ketekunan adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan.

45. Kesuksesan adalah buah dari kerja keras.

46. Guru adalah pelita dalam ilmu pengetahuan.

47. Kesuksesan tak dapat diraih tanpa pengorbanan dan perjuangan.

48. Setiap kegagalan ada hikmah yang dapat dipetik untuk belajar.

49. Orang kreatif adalah orang yang penuh ide dan gagasan.

50. Keberhasilan adalah rangkaian usaha keras, doa, dan keberuntungan.

51. Sikap putus asa hanya akan memperpanjang masalah.

52. Buku adalah jendela cakrawala dunia, membaca adalah kuncinya.

53. Asah dan pertajam otakmu dengan belajar.

54. Pengalaman kehidupan adalah guru terbaik dalam kehidupan.

IR. SOEKARNO

IR. SOEKARNO

BIOGRAFI IR. SOEKARNO

Presiden Indonesia ke-1

Masa jabatan
18 Agustus 194512 Maret 1967 (21 tahun)

Ir. Soekarno (nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.

Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

BIOGRAFI HM. SOEHARTO

Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum.

Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.[1][2]

Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.

Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar. Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

BIOGRAFI BJ. HABIBIE

Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 78 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek. Saat ini namanya diabadikan sebagai nama salah satu universitas di Gorontalo, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo.[1]

Keluarga dan pendidikan

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian berasal dari etnis Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[2]

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[3]

Ia pernah berilmu di SMAK Dago.[4] Ia belajar teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung (Sekarang Institut Teknologi Bandung) tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.

Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat sebagai Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.

Masa Kepresidenan

Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".

BIOGRAFI ABDURAHMAN WAHID

Kiai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Ciganjur, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun)[1] adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah Indonesia 1999|Pemilu 1999]]. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kehidupan awal

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban 1359 Hijriah, sama dengan 7 September 1940.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".[2] Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".[2]

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan.[3] Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita, dan Inayah.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.[4] Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.[5][6]

Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.[6] Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.[6]

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya.[7] Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.[8]

BIOGRAFI MEGAWATI

Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau umumnya lebih dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri atau biasa disapa dengan panggilan "Mbak Mega" (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 67 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 200120 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak dari presiden Indonesia pertama, Soekarno, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya menjadi Presiden Indonesia. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilu Presiden 2004 putaran yang kedua.

Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR ini diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 19992001, ia menjabat Wakil Presiden pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999.

Kehidupan Awal

Megawati Soekarnoputri adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunda Megawati, Fatmawati[1], adalah seorang gadis kelahiran Bengkulu di mana Soekarno dahulu pernah diasingkan pada masa penjajahan Belanda. Ia dilahirkan pada masa Agresi Militer Belanda. Pada waktu Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati melahirkan seorang bayi yang dinamai Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 23 Januari 1947 di kampung Ledok Ratmakan, tepi barat Kali Code[2]. Setelah kemerdekaan Indonesia, Megawati lalu dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.

Dia pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (juga tidak sampai lulus).

Perjalanan rumah tangga

Karier politik Megawati Soekarnoputri yang penuh lika-liku dan warna seakan searah dengan garis kisah kehidupan perjalanan bahtera rumah tangganya yang pernah mengalami kegagalan[3].

Suami pertamanya adalah Letnan Satu (Penerbang) Surindro Supjarso[4], seorang pilot pesawat AURI dan perwira pertama di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) Republik Indonesia. Surindro sosoknya tinggi jangkung, berwajah ganteng dengan model rambutnya berjambul, di kalangan rekan-rekannya ia kerap dipanggil dengan "Pacul". Surindro adalah sahabat karib Guntur Soekarnoputra, kakak Megawati. Konon kabarnya, Gunturlah yang menjodohkan Mega dengan Surindro. Mereka menikah pada hari Sabtu, tanggal 1 Juni 1968 bertempat di Jalan Sriwijaya Nomor 7, Kebayoran Baru, Jakarta[5][6]. Setelah itu, Megawati lalu mengikuti suaminya, Surindro, tinggal di Madiun, Jawa Timur. Di sana ia menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak pertamanya, Mohammad Rizki Pratama. Ketika Mega sedang mengandung anak keduanya (Mohammad Prananda), Surindro mengalami kecelakaan pesawat yang merenggut nyawanya. Pesawat Skyvan T-701 yang dikendalikannya terempas di laut sekitar perairan pulau Biak, Irian Jaya, pada tanggal 22 Januari 1970. "Letnan Satu (Penerbang)" itu, beserta tujuh orang awak pesawatnya, hilang tak diketahui rimbanya dan hanya tersisa serpihan puing-puing tubuh pesawat yang ditemukan tersebar berserakan di laut sekitar perairan tersebut. Mega dirundung duka yang mendalam, ia pun berkabung cukup lama[7].

Selang beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1972, waktu itu usia Megawati masih baru menginjak awal dua puluhan dengan mempunyai dua orang anak yang masih balita, ia lalu kembali merajut kasih asmara dengan seorang pria yang konon adalah pengusaha asal Mesir, yang juga seorang Diplomat Mesir yang kala itu sedang bertugas di Jakarta, yang bernama Hassan Gamal Ahmad Hasan. Namun, pernikahan Mega yang kedua kali ini tak berlangsung lama, hanya bertahan tiga bulan, sebab pernikahan Megawati dengan Hassan (suami kedua Mega) menjadi sorotan Media Massa dengan alasan bahwa waktu itu Megawati masih terikat perkawinan yang sah dengan Surindro, suami pertamanya dan pada saat itu belum ada keputusan yang pasti dari pemerintah, dalam hal ini adalah Markas Besar (Mabes) TNI-AU, mengenai nasib suami pertamanya itu yang jenazahnya sampai sekarang tak berhasil ditemukan. Keluarga "Bung Karno" pun tak tinggal diam, mereka kemudian menyewa seorang pengacara, Sumadji namanya, guna membatalkan pernikahan Mega yang kedua yang kontroversial itu melalui penetapan keputusan oleh Pengadilan Tinggi Agama - Jakarta, akhirnya Hassan pun mengalah dan menyerah. Dari pernikahan dengan suami keduanya yang kandas ini, Megawati tidak dikaruniai anak.

Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangga Megawati Soekarnoputri baru benar-benar terjalin dan dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas[8], rekannya sesama aktivis di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Suami ketiga Mega, Taufiq Kiemas, selain aktif di GMNI, ia juga bergabung dengan "Inti Pembina Jiwa Revolusi", yaitu suatu organisasi yang menegakkan ajaran "Soekarno". Taufiq Kiemas, yang oleh Guntur diberi julukan "si Bule", menikahi Mega pada akhir Maret 1973. Pesta pernikahan mereka ini berlangsung sederhana di "Panti Perwira", Jakarta Pusat. Dari pasangan ini, maka lahirlah Puan Maharani, yang merupakan anak ketiga dari Megawati Soekarnoputri dan adalah anak pertama Taufiq Kiemas satu-satunya.

BIOGRAFI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Jend. TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono GCB AC (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 65 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2014. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004.[1][2] Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.

Yudhoyono yang dipanggil "Sus" oleh orangtuanya dan populer dengan panggilan "SBY",[3] melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999, dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amandemen UUD 1945.

Latar belakang dan keluarga

Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II.[4]

Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980).

Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997, dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikah dengan Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar magister di Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.

Pendidikan

Karier militer

Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan kecerdasan intelektual. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Tahun 1983, ia belajar di On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).

Periode 1988-1989, ia belajar di Sekolah Komando Angkatan Darat dan melanjutkan ke US Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Lulusan Master of Art (M.A.) dari Management Webster University Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI dengan pangkat Letnan Jenderal. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.[5][6]

Karier politik

Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Pada tanggal 26 Oktober 1999, ia dilantik menjadi Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.[7]

Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.

Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai puncak karier politik. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 % suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.

Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum

BIOGRAFI JOKO WIDODO

Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 21 Juni 1961; umur 53 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-7 yang menjabat sejak 20 Oktober 2014. Ia terpilih bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dalam Pemilu Presiden 2014. Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 15 Oktober 2012 hingga 16 Oktober 2014 didampingi Basuki Tjahaja Purnama sebagai wakil gubernur dan Wali Kota Surakarta (Solo) sejak 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012 didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil wali kota.[4] Dua tahun sementara menjalani periode keduanya di Solo, Jokowi ditunjuk oleh partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memasuki pemilihan Gubernur DKI Jakarta bersama dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).[5]

Walaupun rumahnya pernah digusur sebanyak tiga kali saat masa kecil,[6] ia mampu diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dan setelah lulus berhasil menjadi pengusaha mebel.[6] Setelah itu, karier politiknya dimulai dengan menjadi Wali Kota Surakarta pada tahun 2005.[7] Namanya mulai dikenal setelah dianggap berhasil mengubah wajah kota Surakarta menjadi kota pariwisata, budaya, dan batik.[8] Pada tanggal 20 September 2012, Jokowi berhasil memenangkan Pilkada Jakarta 2012, dan kemenangannya dianggap mencerminkan dukungan populer untuk seorang pemimpin yang "baru" dan "bersih", meskipun umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun.[9]

Semenjak terpilih sebagai gubernur, popularitasnya terus melambung tinggi dan ia terus menjadi sorotan media.[10][11] Akibatnya, muncul wacana untuk menjadikannya calon presiden untuk pemilihan umum presiden Indonesia 2014.[12] Ditambah lagi, hasil survei menunjukkan bahwa nama Jokowi terus diunggulkan.[13] Pada awalnya, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa ia tidak akan mengumumkan Calon Presiden PDI-P sampai setelah pemilihan umum legislatif 9 April 2014.[14] Namun, pada tanggal 14 Maret 2014, Jokowi telah menerima mandat dari Megawati untuk maju sebagai calon presiden dari PDI-P, tiga minggu sebelum pemilihan umum legislatif dan dua hari sebelum kampanye.[15]

Masa kecil dan keluarga

Joko Widodo bersama ibunya, Sudjiatmi Notomihardjo (kanan), dan adik-adiknya di 'Rumah Saya', Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis, 20 September 2012 pada saat pencalonan gubernur DKI Jakarta.

Joko Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo dan merupakan anak sulung dan putra satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang adik perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati[16] Sebelum berganti nama, Joko Widodo memiliki nama kecil Mulyono.[17] Ayahnya berasal dari Karanganyar, sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali.[18] Pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 111 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan menengah ke bawah.[19]

Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun[6][20]. Jokowi kecil telah mengalami penggusuran rumah sebanyak tiga kali. Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecil memengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman warga.[21]

Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta.[22] Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta.[23]

Jokowi menikah dengan Iriana di Solo, tanggal 24 Desember 1986, dan memiliki 3 orang anak, yaitu Gibran Rakabuming Raka (1988), Kahiyang Ayu (1991), dan Kaesang Pangarep (1995).

Masa kuliah dan berwirausaha

Dengan kemampuan akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta".

Setelah lulus pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik Pakdenya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati. Pada tahun 1988, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya.

Usaha ini membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang populer hingga kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya, ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah Surakarta.